Di era digital yang serba terbuka, layanan jasa berbasis ilmu gaib mulai banyak bermunculan di media sosial. Dari jasa pelet, pengasihan, penglarisan usaha, hingga santet, semuanya dipromosikan secara terang-terangan. Tak jarang, praktik semacam ini slot server jepang dibumbui dengan testimoni dan “bukti” keberhasilan untuk menarik pelanggan. Namun, di balik popularitasnya, membuka jasa ilmu gaib bisa berujung pada sanksi hukum pidana di Indonesia.
Aspek Hukum yang Mengatur
Meski ilmu gaib tidak secara spesifik disebutkan dalam KUHP, praktik-praktik yang menyertainya bisa masuk dalam kategori penipuan, pemerasan, atau bahkan perbuatan melawan hukum lainnya. Dalam Pasal 378 KUHP, disebutkan bahwa seseorang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan tipu muslihat atau kebohongan dapat dipidana karena penipuan.
Selain itu, bila dalam praktiknya melibatkan unsur pemaksaan, ancaman, atau menyebabkan korban mengalami kerugian materi maupun psikologis, pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal tambahan, seperti Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan atau bahkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Modus Berkedok Konsultasi Spiritual
Pelaku jasa ilmu gaib sering menyamarkan praktiknya sebagai “konsultasi spiritual”, “terapi energi”, atau “bimbingan batin”. Modus ini kerap menargetkan orang-orang yang sedang berada dalam kondisi emosional rapuh, seperti mereka yang baru saja kehilangan pekerjaan, gagal dalam percintaan, atau menghadapi masalah keluarga.
Tidak sedikit korban yang mengalami kerugian finansial karena membayar tarif tinggi untuk ritual atau “mahar” yang katanya wajib dibayar agar ilmu gaib bekerja. Dalam beberapa kasus, korban juga mengalami tekanan psikologis akibat sugesti dan ketergantungan terhadap pelaku.
Pandangan Agama dan Sosial
Mayoritas agama di Indonesia melarang keras praktik perdukunan, termasuk penggunaan ilmu hitam atau sihir untuk mencelakai orang lain atau mendapatkan sesuatu secara tidak wajar. Secara sosial pun, keberadaan jasa semacam ini masih menuai pro dan kontra, terutama karena tidak semua masyarakat memahami batas antara kepercayaan, budaya, dan pelanggaran hukum.
Membuka jasa ilmu gaib bukan hanya meragukan secara moral dan spiritual, tetapi juga bisa menjerat pelakunya ke ranah hukum. Bagi masyarakat, penting untuk lebih bijak dalam menyikapi tawaran-tawaran semacam itu. Alih-alih mencari solusi melalui jalan pintas berbau gaib, sebaiknya permasalahan hidup dihadapi dengan akal sehat, upaya nyata, dan jika perlu, bantuan profesional seperti psikolog, konselor, atau ahli hukum.